http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/issue/feedPROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATION2016-08-26T03:07:43+00:00Dr. Emy Kholifah R., M.SiEMY@UNMUHJEMBER.AC.IDOpen Journal Systems<p>PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR</p><p>GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATION</p><p>ISBN : 978-602-6988-16-4</p>http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/127DOWNLOAD PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATION2016-08-26T03:07:43+00:00Download Prosiding Internasioanal Seminarfull@ful.COMDOWNLOAD PDF2016-08-26T03:05:26+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/98Kepentingan Tadbir Urus Yang Baik Dalam Perancangan Dan Pengurusan Pembangunan Bandar2016-08-26T03:06:01+00:00Profesor Madya Dr. Nor Malina Malekmalina@usm.mySenario pembangunan bandar di peringkat global menunjukkan tren ke arah peningkatan pelbagai jenis masalah, risiko dan impak yang negatif terhadap masyarakat dan persekitaran bandar. Perancangan dan pengurusan pembangunan bandar yang tidak efektif dan efisien turut menyumbang kepada kewujudan masalah yang timbul. Oleh yang demikian, perhatian perlu diberikan terhadap proses tadbir urus bandar (urban governance) yang menerapkan prinsip pendekatan pembangunan lestari (sustainable development) serta mengambil kira kepentingan semua pemegang taruh (stakeholders) dan komponen dalam persekitaran bandar supaya menjamin kesejahteraan masyarakat dan alam sekitar. Objekif penulisan makalah ini ialah untuk menjelaskan kepentingan tadbir urus bandar yang baik dalam merancang dan mengurus pembangunan bandar untuk memastikan matlamat pembangunan sebenar tercapai sepenuhnya.2016-08-26T02:43:44+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/99Implementasi Kebijakan Efektif dan Komunikasi PublikMenuju Masyarakat Partisipatif2016-08-26T03:06:01+00:00Dr.Emy Kholifah R., M.Siemykholifah25@gmail.com<p>Paradigma good governance, menyasar tiga pilar. Sasaran-sasaran itu adalah sektor pemerintah, swasta (corporate) dan masyarakat sipil. Pihak pemerintah dituntut untuk dikelola dengan baik, dalam implementasi aktifitas-aktifitas kebijakan seperti halnya perencanaan, implementasi, perilaku birokrat pelaksana, dan struktur birokrasi. Semua itu dituntut harus dapat mencerminkan transparansi, akuntabilitas, partisipasi, responsif, efisien dan efektif dan menjunjung supremasi hukum, keadilan/kesetaraan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Seperti itu juga tuntutan terhadap sektor swasta. Sasaran yang lain, adalah masyarakat sipil. Masyarakat dituntut bukan sekedar menjadi obyek pembangunan, namun lebih dari itu harapan pada adanya masyarakat yang aktif menjadi pelaku dalam proses pembangunan adalah hal penting. Partisipasi masyarakat pada proses<br />perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, evaluasi pembangunan dan managemen public goods oleh pihak wasta, akan mendorong terlaksananya prinsip-prinsip good governance. Sejauh ini, upaya kuratif mencegah pelanggaran adalah melalui pengusutan, penyelidikan, penuntutan, dan peradilan yang diterapkan pada sektor pemerintah dan pelaku usaha. Namun, bagaimana upaya untuk medorong masyarakat agar berpartisipasi?<br />Penumbuhan semangat berpartisipasi, tampaknya, selain, berdasar pada pemikiran tentang saluran partisipasi yang sempit atau ter tutup, juga berdasar pada komunikasi publik yang efektif. Komunikasi antar organisasi atau komunikasi massa, merupakan sarana tepat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, supaya masyarakat memahami apa yang seharusnya dilakukan.</p><p>Key words : good governance, implementasi kebijakan efektif, komunikasi publik</p>2016-08-26T02:44:04+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/100Perencanaan Pembangunan Menuju Tata Kepemerintahan Yang Baik2016-08-26T03:06:01+00:00Dr. H. Edy Budi Susilo, M.Siedybudisusilo@localhost.comPeran pemerintah terdahulu yang terlalu dominan dalam perencanaan pembangunan, di mana pemerintah kurang menghargai partisipasi mesyarakat telah menghasilkan kebijakan yang lebih berorientasi pada kepentingan elit politik ketimbang aspirasi masyarakat. Kondisi tersebut diakibatkan dari lemahnya kontrol publik terhadap proses pembangunan, yang mendorong para elit melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang berujung pada korupsi, kolusi dan nepotisme.2016-08-26T02:44:13+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/101Transaksi Masyarakat Dan Media Menuju Good governance2016-08-26T03:06:01+00:00Drs. Hery B. Cahyono, M. Si.herybcahyono@gmail.comMasyarakat dan media mempunyai peranan yang siknifikan untuk mewujudkan cleant governance sebagai penciri masyarakat modern. Media dapat menyediakan arus informasi yang terbuka dari masyarakat kepada semua pihak yang tergabung dalam sebuah sistem politik. Arus informasi dari masyarakat merupakan bahan mentah untuk mengambil kebijakan dalam sebuah negara dan media berperan sebagai alat untuk membentuk opini publik. Tidak berlebihan bahwa komunikasi yang terbuka adalah darah segar yang akan memberikan kekuatan untuk mewujudkan good governance.2016-08-26T02:44:21+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/103Pemerintahan di Thailand2016-08-26T03:06:01+00:00Nurasikeen Chewalnurasikeenchewal@localhost.com<p>Kerajaan Thailand pada tahun 1932 dimulai monarki konstitusional. Sebelum itu Thailand dikenal sebagai nama Siam. Namun kemudian berganti menjadi "Thailand" pada tahun 1939. Beberapa kudeta terjadi dalam tahun-tahun setelah berakhirnya perang Dunia II, namun Kerajaan Thai mulai bergerak ke arah demokrasi sejak tahun 1980-an dan setelah itu Thailand berbentuk negara kesatuan. Thailand adalah monarki konstitusional, di mana bentuk pemerintahan Raja melayani Rakyat Thailand sebagai "Kepala Negara", di bawah ketentuan Konstitusi Thailand dan Pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri, para menteri dari berbagai kementerian, wakil menteri, dan pejabat permanen dari berbagai kementerian pemerintah. <br />Key Words : Kerajaan Thai, monarki konstitusional, Perdana Menteri</p>2016-08-26T02:44:28+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/104Kondisi Pemerintahan Dan Ekonomi Negara Madagaskar2016-08-26T03:06:02+00:00Randrianan Tenaina Sobhery Maunpionons Aimemaunpiononsaime@localhost.comPulau Madagaskar pertama kali di sebut-sebut dalam berbagai dokumen perdangangan Arab pada abad ke-10 dan agaknya telah menjadi batas selatan jalur perdagangan arab pada masa itu. Terdapat spekulasi bahwa pulau yang dihuni oleh burung roc yang besar, yaitu burung legendaris berukuran sangat besar yang di sebut-sebut dalam dongeng Sinbad itu, boleh jadi adalah pulau Madagaskar. Hubungan pertama dengan orang Eropa dimulai pada tahun 1500, ketika Diogo Dias, seorang kapten laut Portugis, melihat pesisir Madagaskar setelah mengelilingi Tanjung Harapan. Begitu pulau tersebut mulai di kenal di Eropa, para pedagang Belanda, Portugis, Prancis dan Inggris berupaya untuk mendirikan koloni atau pos perdagangan dan mendesak orang Arab. Hanya Prancis yang berhasil mendirikan Koloni di sana.2016-08-26T02:44:37+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/105Peran Humas Pemerintah (Government Public Relations) Menghadapi Era Web 2.02016-08-26T03:06:02+00:00Juariyah Juariyahjuariyah@unmuhjember.ac.id<p>Dampak munculnya internet dalam kehidupan manusia dirasakan istimewa dan dapat dikatakan sebagai zaman keemasan komunikasi yaitu periode perubahan besar. Perubahan-perubahan radikal yang telah terjadi di web sekarang telah membawa petugas Hubungan Masyarakat untuk secara langsung kontak dengan masyarakat. Seorang Humas Pemerintah (Government Public Relations) memiliki tugas menjelaskan dampak program dan kebijakan pemerintah terhadap warganya termasuk kalau ada isu isu kontroversial. Dalam menjalankan tuganya mereka memiliki peran ganda, yaitu saat berurusan dengan media maupun publik, mereka harus mendukung posisi pemerintah menjelaskan manfaat langkah-langkah yang diambil pemerintah, dan di sisi lain mereka harus mendukung media dan kepentingan publik, misalnya membicarakan topik yang belum siap untuk dibahas oleh para pejabat. Fungsi Humas Pemetintah dalam era Web Sosial ( Era 2.0) sekarang ini haruslah menjadi bagian dari user generated content, yaitu Komunitas yang menggunakan media sosial untuk memuat berbagai masalah dengan cara yang efektif. Pekerjaan seorang hums pemerintah tidak ubahnya seperti seorang wartawan, yang dalam pekerjaanya selalu dekat dengan public relations digital dan mampu melakukan pekerjaannya hanya dibelakang meja. selalu mengoptimalisasikan mesin pencari seperti Google, Microsoft Search dan Yahoo!. Mereka adalah orang-orang yang selalu berkolaborasi dan berimprovisasi secara efektif, selalu berorientasi pada perubahan, dan memiliki keberanian untuk beradaptasi dengan perubahan<br />Kata Kunci : Government Public Relations, Web.2.0.</p>2016-08-26T02:44:47+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/106Pentingnya Etika Administrasi Publik Dalam Pemberantasan Korupsi Pada Perilaku Birokrasi Publik2016-08-26T03:06:02+00:00Dra. Hj. Siti Marwiyah, M.Simarwiyah@localhost.com<p>Korupsi merupakan fenomena sosial yang hingga kini masih belum dapat diberantas oleh manusia secara maksimal. Korupsi pada dasarnya dapat terjadi kapan saja dan dimana saja menyentuh semua kalangan dalam masyarakat. Sebagaimana diketahui, birokrasi atau administrasi publik memiliki kewenangan bebas untuk bertindak (discretionary power atau freies ermessen) dalam rangka memberikan pelayanan umum (public service) serta menciptakan kesejahteraan masyarakat (bestuurzorg). Untuk ini, kepada birokrasi diberikan kekuasaan regulative, yakni tindakan hukum yang sah untuk mengatur kehidupan masyarakat melalui instrument yang disebut kebijakan publik (public policy). Adapun perilaku birokrasi atau pejabat publik, paling tidak dibentuk oleh 5 norma, yaitu norma jabatan, norma sosial, norma profesi, norma keluarga, serta norma-norma lainnya (hukum, kesopanan, kesusilaan). Norma atau etika jabatan mempelajari perbuatan pegawai negeri yang memegang jabatan tertentu yang berwenang untuk berbuat atau bertindak dalam kedudukannya sebagi unsur pemerintah (Bayu Suryaningrat, 1984:94). Keseluruhan norma di atas harus benar-benar dipahami oleh aparatur pemerintah dengan tidak memberikan bobot yang lebih dominan kepada salah satunya. Manakala terdapat keseimbangan antar norma-norma tersebut, diharapkan lapisan masyarakat membutuhkan pelayanan birokrasi yang lebih dibutuhkan adalah sikap keadilan dari para birokrat. Political wiil pemerintah untuk menciptakan sosok birokrasi yang memiliki perilaku terpuji dan telah dilaksanakan secara sistematis.<br />Keywords : etika administrasi publik, perilaku birokrasi publik</p>2016-08-26T02:44:54+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/107Kesadaran Kaum Intelektual, Dalam Dialektika Etik Anti Korupsi (Perspektif Teori C. Wright Mills)2016-08-26T03:06:02+00:00Arie Wahyu Pranantaariewahyupranata@localhost.com<p>Dalam Studi ini peran kaum intelektual diharapkan sebagai individu dan aktor kreatif yang memiliki kesadaran dimana secara dialektika etik mampu memegang kode etik dalam gerakan anti korupsi, berangkat dari tumbuhnya organisasi pasca reformasi dalam penegakan civil society yang sepertinya tidak mampu melawan korupsi yang semakin menggurita dan lebih banyak dilakukan oleh kaum intelektual itu sendiri. Studi ini melihat peran Kaum Intelektual didalam masyarakat dianggap sebagai kaum cendekia, dimana masyarakat mengharapkan peran intelektual mampu membawa perubahan yang lebih baik. Masyarakat menganggap bahwa intelektual merupakan orang-orang yang mampu menyelesaikan masalah yang ada didalam kehidupan sehari-hari mereka. Intelektual diharapkan mampu menciptakan ide-ide yang brilian dan pro-rakyat. Peran kaum Intelektual di analisis dengan menggunakan model transedental fenomenologinya Alfred scutzh didalam masyarakat dianggap sebagai individu didalam suatu kelompok. Intelektual diharapkan mampu memajukan dan mesejahterakan masyarakatnya dengan kemampuan dan keahlian yang mereka miliki. Dengan pola fikir yang maju dan dinamis namun tetap memiliki ideologi, intelektual diharapkan mampu membangun masyarakat yang mandiri. Intelektual didalam masyarakat sebagai individu yang dijadikan contoh didalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Baik pola perilaku maupun hal lainnya, sehingga apa yang dilakukan oleh kaum intelektual akan ditiru oleh masyarakat.<br />Kata Kunci : Kaum Intelektual, Dialektika Etik, Civil Society, Transedental,Fenomenologi</p>2016-08-26T02:45:00+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/108Tata Kelola Badan Amil Zakat Infak Sedekah (Bazis) Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Kelembagaan (Studi Kasus Di Putukrejo Gondanglegi Malang)2016-08-26T03:06:02+00:00Zainuri Zainuriaznrjbr@gmail.com<p>Tulisan ini bermaksud untuk (1) Untuk mengungkap pemahaman masyarakat terhadap makna zakat dari perspektif muzakki; (2) Untuk mengkaji dinamika tata kelola Bazis di Desa Putukrejo Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang; (3) Untuk mengungkap proses interaksi stakehoder Bazis sehingga dapat menjelaskan fenomena dinamika zakat di Desa Putukrejo. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena fenomena alokasi sumberdaya zakat bersifat holistik dan saling kait mengkait sehingga pembahasan zakat tidak bisa dieliminasi dari keterkaitannya dengan aspek lain seperti aspek spiritual, pendidikan, sosial, budaya dan politik. Informan dipilih mula-mula dengan purposive selanjutnya dilakukan dengan cara snowball. Tulisan ini menemukan bahwa pengelolaan zakat mengalami ketidak efisienan ketika muncul agency problem dimana amil sebagai agen lebih banyak menguasai informasi dibandingkan muzakki sebagai principal. Salah satu penyebabnya adalah adanya asymmetric information yang dapat diamati dari terjadinya fenomena Hidden Agenda, adverse selection dan moral hazard dalam tata kelola BAZIS yang berujung pada peningkatan transaction cost. Lunturnya modal sosial juga ikut andil dalam menjelaskan dinamika tata kelola alokasi sumberdaya zakat tersebut. Tulisan ini merekomendasikan bahwa perlunya mereduksi informasi yang tidak simetris agar aliran sumberdaya zakat meningkat dengan cara tata kelola zakat yang lebih baik, sedangkan modal religi seperti lembaga Musyawarah Ulama Umara Aghniya’ Desa (MUUAD) perlu direvitlisasi sebagai sumber kekuatan penggerak alokasi sumberdaya yang lebih kuat dan berkelanjutan. <br />Kata Kunci: Zakat, Ekonomi Kelembagaan, Modal religi, dan Pendekatan kualitatif</p>2016-08-26T02:45:10+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/109Analysis of Gender Responsive in Microfinance Institutions for Encouraging The Public Welfare in Jember, Indonesia2016-08-26T03:06:02+00:00Lucik Hadi Naim Samsudinlucik.soka@gmail.com<p>Increased economic activity micro scale, motivated by the work done housewife in Jember more massive look. This phenomenon is also followed by a growing number of microfinance institutions that provide small-scale loans for capital. The number of financial institutions that ultimately forced the housewife choosing a financial institution in its favor. The aim of this study was to determine benchmark housewife preferences and patterns of institutional microfinance institutions as an adjustment on housewife preferences. Analyzing the preferences influence the dynamics of household income in Jember. This study is a qualitative research with primary data housewives small businesses that once the service user microfinance institutions in Jember. The analytical method used was Interpretative Phenomenological Analysis through six stages of analysis: 1) Reading and re-reading; 2) Initial noting; 3) Developing Emergent themes; 4) Searching for connections across emergent themes; 5) Moving the next cases; and 6) Looking for patterns across cases. The results showed that the productive activities carried out housewife embolden them to borrow capital in financial institutions. There are several reasons behind their choice of selecting certain financial institutions including ease of administration, low interest and good service. There are three preconditions, finally forcing financial institutions institutional change for adjustment and to give freedom to housewives to gain access to credit. This study explains that there are differences in well-being before and after borrowing or raising capital to start his business. The conclusion from this study confirms that they recognize the benefits of the presence of financial institutions with varied these advantages.<br />Keywords: Gender Responsive, Microfinance Institutions, Public Walfare, Local Goverment.</p>2016-08-26T02:50:09+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/110Budaya Politik dan Kwalitas Demokrasi dalam Pilkada 2015-2020 (Studi pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak Pertama di Indonesia)2016-08-26T03:06:03+00:00Wilda Rasailiwildarasaili@localhost.com<p>Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak 2015 merupakan pengalaman pertama dalam sejarah pemilu di Indonesia, pengalaman ini menandakan bahwa indonesia termasuk salah satu mercusuar negara demokrasi terbesar setelah United Na tion. Kwalitas Demokrasi harus dilihat dari sejauh mana budaya politik masyarakt dalam pilkada. Budaya politik yang dimaknai sebagai orientasi kognitif, efektif dan evaluative terhadap system politik atau prilaku politik masyarakat menguji kwalitas demokra si. Budayapolitik Indonesia Adalah mixed political culture, sebuah kombinasi dari budaya politik, parochial, kaula dan partisipan. Dalam pilkada serentak 2015 sikap politik masyarakat ditunjukkan dengan partisipasi memilih mencapai 70 persen dengan indikasi yang cukup tinggi, tetapi sisi lain banyaknya gugatan yang mencapai 167 mengindikasikan banyaknya pelanggaran dan kecurangan yang menunjukkan lemahnya political well masyarakat. Dari itu kwalitas budaya politik masyarakat masih terjebak dalam angka-angka pemilih bukan nilai dan marwah demokrasi, berupa minimnya pelanggaran, kebebasan memilih bukan karena money politic, intervensi pemerintah maupun lembaga pemilu. <br />Kata Kunci : Budaya Politik, Demokrasi, Pilkada 2015.</p>2016-08-26T02:50:22+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/112Analisis Semiotika Terhadap Sikap Berharap Juru Parkir Sebagai Representasi Biasnya Pelayanan Prima Pemerintah Kabupaten Jember2016-08-26T03:06:03+00:00Ari Susanti, S.Sos., M.MedKom.arisusanti@localhost.com<p>Sikap berharap juru parkir di mata masyarakat merepresentasikan biasnya pelayanan prima Pemerintah Daerah Kabupaten Jember. Dengan diberlakukannya Peraturan Bupati No. 12 tahun 2013, parkir di tepi jalan umum gratis kecuali plat kendaraan di luar Jawa Timur. Untuk mendalami permasalahan ini, fenomena di atas akan dibedah menggunakan analisis semiotika dimana sikap berharap sebagai sebuah tanda yang memiliki banyak makna. Tanda-tanda yang tampak diinterpretasikan konotatif oleh masyarakat. Dikorelasikan dengan rendahnya pendapatan/honor yang didapatkan oleh juru parkir membuat pelayanan yang mereka berikan tidak prima. Oleh karena itu, diharapkan artikel ini dapat menjadi acuan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember untuk memperbaiki kinerjanya sehingga layanan prima parkir berlangganan dapat terwujud dan menciptakan tata pemerintah kabupaten Jember yang baik.<br />Kata Kunci : analisis semiotika, pelayanan prima</p>2016-08-26T02:50:35+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/113Implementasi Good governance Dalam Bidang Administrasi Desa2016-08-26T03:06:03+00:00Heriyansyah Futra dan Itok Wicaksono dan Itok Wicaksonoitokwicaksono@localhost.com<p>Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpanduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam bidang Administrasi pemerintahan Desa. Implementasi Good governance adalah merupakan kebutuhan mutlak mayoritas rakyat demi terciptanya suatu Sistem Politik Pemerintahan yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi secara universal. Tak dipungkiri kehadiran good governance cukup revolusioner dalam kancah ilmu sosial. Governance adalah sebuah proses berinteraksinya berbagai elemen (dipersempit dalam tiga aktor yaitu, negara, masyarakat dan bisnis) utamanya dalam pengelolah sektor-sektor yang menjadi hak publik. Good governance sebagai norma pemerintahan, adalah suatu sasaran yang akan dituju dan diwujudkan dalam pelaksanaan pemerintahan yang baik dan asas-asas umum pemeritahan yang layak sebagai norma mengikat serta serta menuntun pemerintah dalam mewujudkan good governance. Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi membaik kinerja manajemen pemerintahan, disisi lain menujukan adanya perubahan pola pikir yang berpengaruh terhadap perubahan yang lebih baik terhadap sikap mental dan perilaku aparat pemerintahan yang beriorentasi pada pelayanan publik<br />Kata kunci: Good governance Administrasi Pemerintahan</p>2016-08-26T02:50:41+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/115Developing Civil Servants through Personal Mastery as Strategy in Achieving Good governance2016-08-26T03:06:03+00:00Dwi Rahmawati, S.AP., M.APseptinadr.upm@gmail.com<p>The biggest challenge faced by all organizations, both profit and non-profit, is their attempt to deal with a rapidly changing and complex environment. In standing at the threshold of the 21st Century, a century that will be characterized by competition, it is dominated by those with advanced technological capability, high productivity, modern and efficient transport and communication infrastructure. It will bring the competition that will necessitate highly skilled personnel imbued with initiative. But many organizations are not focusing on employees areas, especially on their weakness. It cannot be denied that any sophisticated owned infrastructure will not operate at its optimum efficiency without quality human resources. Increasing professionalism and responsibility by recruiting quality human resources is at the core of everything. In public organization or government, civil servants should rank highest priority in development because they are at the core of the organization, supporting the system. But in fact, a problem faced by almost all public organizations, regarding civil servants, is the ongoing absence of conducive conditions which would enable continual professional development. Issues relating to civil servants have existed for a long time, but they still make interesting discussion. There are early indications of various problems indicating that governance implementation is not yet clean and respectable. So how do we challenge this situation and realize harmony? Organizations that have discovered that individuals who practice personal mastery are holistic thinkers, can approach difficult situations proactively and solve problems creatively. Here is one of the ways to bring harmony into reality: by personal mastery. The way to develop personal mastery is by starting to fully understand strengths, talents and purpose in life of every person</p><p>Keywords: Personal, Mastery, Governance</p>2016-08-26T02:50:47+00:00Copyright (c) PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/116Woman, Advertising and Consumptive Behavior2016-08-26T03:06:04+00:00Nikmah Suryandarinikmahsuryandari@gmail.com<p>As consumers, we all are targeted ads that fill almost every time of our lives. Ad indeed have entered all parts of our lives. Women are seen as advertising goals and potential consumers for a variety of products. Ad utilizing psychological aspects of women to make them easily persuaded seduction of advertising. Women are more seen as a set of objects that will be affected. Potential as an advertising medium that is able to read ideological communities and identified as a form of mass communication needs to be given with the aim of persuasive often only be read as a mere seducer. How women, advertising and consumptive behavior?</p><p>Keywords: woman, advertising, consumptive</p>2016-08-26T02:50:53+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/117Model Pengembangan Kompetensi Aparatur Daerah2016-08-26T03:06:04+00:00Bahtiar Bahtiarbahtiar@localhost.com<p>Untuk meningkatkan profesionalisme aparatur pemerintah, pengembangan kompetensi di internal organisasi perlu mendapat perhatian serius dari BKD. Baik pada level individu maupun level organisasi. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Ada tiga variabel yang perlu dikembangkan: kecerdasan, memanfaatkan kebebasan (diskresi) secara bijak dan mengikuti prinsip-prinsip. Ketiga hal tersebut dapat dikembangkan melalui penerapan delapan kebiasaan. Prosesnya digambarkan dalam sebuah model pengembangan kompetensi aparatur daerah.</p><p>Kata kunci: model, pengembangan kompetensi, aparatur daerah.</p>2016-08-26T02:50:59+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/118The Good Governance in the Gender and Pro Poor Budgeting (Case Study in Jember District, East Java)2016-08-26T03:06:04+00:00Ria Anginria.angin@unmuhjember.ac.id<p>To achieve the priority interests of the people in budgeting is very urgent if the government of Jember regency apply the concept of good governance budgeting perspective of gender mainstreaming and poverty, by doing the following activities: (1) Make a commitment which is reflected by the budget public policy that provides budgetary items pro poor and gender sensitive, (2) availability of data disaggregated by sex as a starting material for the social analysis of gender as a basis for planning the implementation of the policy, (3 ) Guaranteed opportunity for people to take control of implementation of the program and budget performance, (4) monitoring and periodic evaluation by looking at the impact of the program budget for the poor by looking at gender differences.</p><p>Kata kunci: ----</p>2016-08-26T02:51:06+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/119Reformasi Birokrasi Sebagai Upaya Peningkatan Layanan Publik Yang Efektif dan Efisien di Indonesia2016-08-26T03:06:04+00:00Baktiawan Nusanto, S.IP, M.Sibaktiawannusanto@localhost.com<p>Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahaini sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi publik adalah kompleksitas indikator kinerja yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik. Berbeda dengan swasta yang indikator kinerjanya relatif sederhana dan tersedia di pasar, indikator kinerja birokrasi sering sangat kompleks. Hal ini terjadi karena birokrasi publik memiliki stakeholders yang sangat banyak dan memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Perusahaan bisnis memiliki stakeholders yang jauh lebih sedikit, pemilik dan konsumen, dan kepentingannya relatif mudah dintegrasikan. Kepentingan utarna peinilik perusahaan ialah selalu memperoleh keuntungan, sedangkan kepentingan utama konsuuen biasanya adalait kualitas produk dan harga yang terjangkau.Stakeholders dan birokrasi publik, seperti masyarakat pengguna jasa, aktivis sosial dan partai, wartawan, dan para penggusaha sering berkepentingan berbeda-beda dan berusaha mendesakkan kepentingannya agar diperhatikan oleh birokrasi publik. Penilaian kinerja birokrasi publik karenanya cenderung menjadi jauh lebih kompleks dan sulit dilakukan daripada di perusahaan bisnis. Orientasi pada pelayanan menunjuk pada seberapa banyak energi birokrasi dirmanfaatkan untuk penyelenggaraan pelayanan publik. Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat dilihat dan besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh birokrasi secara efektif didayagunakan untuk melayani kepentingan pelayanan. Idealisnya, segenap kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh aparat birokrasi hanya dicurahkan atau dikonsentrasikat untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa.Kemampuan dan sumber daya aparat birokrasi sangat diperlukan agar orientasi pada pelayanan dapat dicapai. Contohnya, antara lain, adalah masalah penyediaan waktu kerja aparat yang benar-benar berorientasi pada pemberian pelayanan kepada masyarakat. Aparat birokrasi yang ideal adalah aparat birokrasi yang tidak dibebani oleh tugas-tugas kantor lain di luar tugas pelayanan kepada masyarakat.</p><p>Kata kunci: Reformasi Birokrasi, Peningkatan Layanan Publik, Efektif dan Efisien</p>2016-08-26T02:51:13+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/120Pemerintahan Yang Baik (Good governance): Peningkatan Kompetensi Birokrasi Sebagai Upaya Efektifitas Pelayanan Publik2016-08-26T03:06:05+00:00Edhi Siswanto, S.IP, M.Siedhis0718036902@gmail.com<p>Pemerintahan yang baik (good governance) berkaitan dengan konsep negara demokrasi. Pemerintahan dikatakan demokratis manakala dalam penyelenggaraan pemerintahan melibatkan rakyat, melibatkan banyak unit politik, dan transparan. Penyelenggaraan pemerintahan pada dasarnya berorientasi pada tiga elemen utama, yakni pemerintah atau negara (state), sektor swasta (private sector), dan masyarakat (society) dan dua elemen tambahan yaitu lembaga legislatif dan kalangan perguruan tinggi. Peningkatan kompetensi birokrasi diperlukan sebagai upaya untuk memberikan pelayanan yang efektif kepada masyarakat. Dalam hal ini terdapat lima karakteristik kompetensi yaitu: 1. Motif; 2. Karakteristik Pribadi; 3. Konsep Diri dan Nilai-nilai; 4. Pengetahuan; dan 5. Keterampilan, dimana ke lima karakteristik kompetensi ini juga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Efektifitas pelayanan publik diperlukan sebagai gambaran sejauhmana organisasi telah mencapai tujuan-tujuannya melalui lima kriteria dalam pengukuran efektivitas yaitu produktivitas, kemampuan adaptasi atau fleksibilitas, kepuasan kerja, kemampuan berlaba dan pencarian sumber daya. Tingkat pelayanan dan derajat kepuasan masyarakat merupakan salah satu tolok ukur efektivitas. Terdapat lima hal yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik yaitu: 1. Kuatnya Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan; 2. Berfungsinya Mekanisme ‘Voice”; 3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan; 4. Pengembangan Kultur Pelayanan; dan 5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang Mengutamakan Kepentingan Masyarakat.</p><p>Kata kunci: good governance, kompetensi birokrasi, efektifitas pelayanan publik.</p>2016-08-26T02:51:18+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/121Kesukarelaan Warga Dalam Politik (Political Voluntarism)2016-08-26T03:06:05+00:00Sri Praptianingsih dan FauziyahSri_praptianingsih@yahoo.co.id<p>Penelitian ini mengkaji partisipasi warga negara dalam politik khususnya pemilihan umum, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan kepala daerah. Pendekatan terutama dilakukan secara normatif melalui studi kepustakaan, khususnya menyangkut kesempatan yang diberikan oleh negara kepada warga untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara normatif kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik sudah dibuka dengan sangat luas, dimanfaatkan dengan baik dalam bentuk pendirian partai politik. Terdapat upaya pengurangan/penyederhanaan berkait dengan jumlah partai peserta pemilu, tetapi pengurangan tersebut terjadi berdasar sistem/pengaturan undang-undang yang memperketat/memperberat persyaratan partai untuk ikut pemilu tanpa mengurangi kebebasan orang untuk berpolitik, termasuk mendirikan partai dan mengikuti pemilihan umum. Partai Politik dan kesukarelaan warga masyarakat dalam kegiatan politik menjadi penentu faktor yang sangat dominan dalam keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pemilihan umum. Perkembangan kehidupan kepartaian tidak paralel dengan perkembangan tingkat kesukarelaan warga. Jumlah pemilih dalam pemilu, cenderung menurun dalam tiap pemilu sebaliknya golput cenderung mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh :1.) adanya pandangan masyarakat bahwa pemilu tidak memberikan manfaat bagi mereka, karena partai politik belum mampu menjalankan tugas dan fungsinya dalam bidang pengawasan terhadap eksekutif/birokrasi sehingga memberikan dampak kesejaterteraan bagi masyarakat; dan 2.) adanya anggapan masyarakat bahwa pemimpin yang sudah terpilih tidak beritikad untuk menyejahterakan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi lebih apatis dalam kegiatan politik.</p><p>Kata kunci: Partisipasi, Golput, Pemilu</p>2016-08-26T02:51:24+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/122Komunikasi Interpersonal Fasilitator Kelurahan Untuk Menumbuhkan Semangat Kerelawanan Dan Keswadayaan Pada Masyarakat Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) (Studi Pada Tim Fasilitator Di Wilayah Kordinator Kota (Kork2016-08-26T03:06:05+00:00SUDAHRI , S.Sos, M.I.Komsudahri@localhost.com<p>Fasilitator Kelurahan dalam penanggulangan kemiskinan pada PNPM Mandiri Perkotaan adalah melakukan intervensi proses pembelajaran masyarakat melalui penyadaran kritis pada masyarakat agar bisa mengatasi permasalahan kemiskinan sampai kepada akarnya. Artinya inti dari intervensi PNPM Mandiri Perkotaan adalah membangun manusia yang mempunyai sikap mental positif sesuai dengan nilai – nilai luhur kemanusiaan dan membongkar paradigma – paradigma yang merugikan lingkungan . Pemberdayaan adalah membangun potensi manusia yang sudah dimiliki untuk kembali mampu bertindak sesuai dengan nilai – nilai luhur sehingga akan tumbuh kapital sosial, kepedulian , solidaritas sosial dalam membangun (khususnya menanggulangi kemiskinan). Hasil yang diharapkan dari pemberdayaan adalah kesadaran kritis dan kesiapan masyarakat bahwa persoalan kemiskinan hanya bisa diatasi oleh 1) membangun kembali nilai – nilai kemanusiaan yang universal sebagai landasan dari semua keputusan dan tindakan 2) menemukan dan menggalang pribadi – pribadi yang komit dan memiliki integritas tinggi dalam menanggulangi kemiskinan 3) bertumpu pada keswadayaan masyarakat dan prinsip pembangunan organik secara berkelanjutan. Artinya pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah perubahan sikap , perilaku dan pola pikir dari dalam individu (masyarakat) , inilah yang disebut membangun dari dalam , fasilitator hanya mendampingi sebagai pelengkap dari adanya niat, prakarsa untuk membangun kepedulian dan komitmen masyarakat sendiri.</p><p>Kata kunci: Komunikasi Interpersonal, Fasilitator, Masyarakat, PNPM-MP</p>2016-08-26T02:51:30+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/123Kepemimpinan Wong Agung Wilis untuk Melawan Vernigde Oostindishche Compagnie (Voc) Di Blambangan Dalam Perspektif Teori Otoritatif Marx Weber2016-08-26T03:06:05+00:00Drs. Sugiyanto, M.Hum M.Humsugiyanto@localhost.com<p>Wong Agung Wilis dalam memori sejarah lokal Banyuwangi bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Kerajaan Blambangan yang tidak pernah sepi dari konflik yang melibatkan Mataram dan Vernigde Oostindishche Compagnie (VOC) versus Blambangan, bahkan pihak Bali ingin tetap menjadikan kerajaan tersebut menjadi mitranya sebagi benteng dari ancaman VOC. Selain subur wilayah ini sangat strategis. Permasalahannya ialah bagaimana kondisi Blambangan yang mendorong Wong Agung Wilis menjadi pemimpin dalam peristiwa perang melawan VOC pada tahun 1767-1768? Pemecahan masalah ini menggunakan metode penelitian sejarah, pendekatan teori sosial dengan teori otoritatif Marx Weber, sebagai perspektif terhadap peristiwa untuk menempatkan fakta sosial dalam sejarah, diharapkan dapat mengkonstruksi sejarah lokal yang mengedepankan aspek sosial dari peran Wong Agung Wilis dalam menggerakan massa untuk melawan VOC. Adapun keberhasilannya untuk menggerakan massa karena adanya factor-faktor yang dapat dirinci sebagai berikut: 1).Wong Agung Wilis masih keturunan bangsawan Blambangan dari nenek moyangnya yaitu Prabu Tawang Alun yang anti VOC; 2).Wong Agung Wilis sebagai pertapa mempunyai “kasekten kang linuwih” (berkharismatis) sebagai simbol perlawanan terhadap VOC sehingga dapat menggerakan massa; 3).Adanya intervensi VOC bahkan telah berhasil mengangkat Adipati Kembar adalah merupakan tekanan yang mengakibatkan penderitaan rakyat semakin parah. Maka pemimpin karismatis dalam teori otoritatif Marx Weber sangat diperlukan untuk kepemimpinan tradisional.</p><p>Kata kunci: Wong Agung Wilis, VOC.</p>2016-08-26T02:51:35+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/124Komunikasi Interpersonal Bupati Jember Dengan Rakyat Pasca Pilkada Dalam Media Sosial2016-08-26T03:06:05+00:00Suyono Suyonosuyono.sulaiman@unmuhjember.ac.id<p>Studi yang berjudul “Komunikasi Interpersonal Bupati Jember dengan Rakyat Pasca Pilkada dalam Media Sosial” ini, mengkaji media sosial sebagai sarana komunikasi yang efektif dan efisien, Bupati Jember, dr. Hj. Faida, MMR., dengan rakyatnya. Penggunaan media sosial sebagai alat kampanye pada proses Pemilu, tentu bukan hal baru. Hampir sebagian besar pasangan calon kepala daerah, hingga kepala Negara sekalipun, bisa dipastikan akan bersentuhan dengan media sosial, sebagai bagian dari proses strategi pemasaran politik (political marketing) mereka. Namun, fenomena di Kabupaten Jember tampaknya berbeda. Strategi pemanfaatan media sosial tidak hanya dilakukan saat proses Pilkada. Setelah Pilkada pun dr. Faida, tetap menggunakan media sosial sebagai sarana berkomunikasi, khususnya dalam mengembangkan komunikasi interpersonal dengan seluruh rakyatnya. Dengan menganalisis akun facebook dr. Faida, menggunakan metode deskriptif kualitatif, fenomena ini memang layak diteliti, karena terbukti melalui media sosial, Bupati Jember mampu berkomunikasi secara efektif dengan seluruh rakyatnya, mendengar aspirasi dan keluhan mereka, sekaligus bisa langsung action, bekerja sesuai dengan kemauan dan kehendak rakyat, tanpa harus berlama-lama melakukan penyesuaian diri, seperti pemimpin lainnya yang baru bisa diukur kinerjanya setelah 100 hari.</p><p>Kata kunci: Komunikasi Interpersonal, Media Sosial, Pasca Pilkada.</p>2016-08-26T02:51:40+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/125Program Pembangunan Kandidat Kepala Daerah Dan Pengaruhnya Terhadap Persepsi Konstituen Dalam Pemenangan Pemilukada2016-08-26T03:06:06+00:00Moh. Thamrinmoh.hamrin@localhost.com<p>Pergeseran mekanisme dari sistem perwakilan ke sistem langsung telah mengharuskan institusi partai politik melakukan pembenahan dalam strategi pendekatannya untuk meraih kesuksesan di ranah eksekutif. Hal ini dikarenakan bahwa pasar atau pemilih bukan lagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melainkan masyarakat secara luas yang terdaftar di dalam daftar pemilih tetap (DPT). Perubahan mekanisme pemilukada tersebut telah membuka ruang kesempatan yang luas kepada seluruh warga negara untuk dapat berpartisipasi dalam politik. Kondisi ini menuntut para kontestan untuk dapat memberikan pendidikan politik dan pendekatan kepada konstituen untuk mengembalikan kepercayaan pemilih terhadap partai politik dan kontestan serta menggiring para konstituen menentukan pilihan politiknya salah satu pendekatan membangun kepercayaan melalui program pembangunan daerah. Pemerintah daerah merupakan daerah otonom di Indonesia dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah terdapat perkembangan politik yang menarik, khususnya dalam pergulatan Pemilukada. Beberapa hal yang sangat menarik pada pesta demokrasi pemerintah daerah ketika menilik dari kandidat pasangan dan program kerja yang ditawarkan. Sehingga strategi dan konsep pemasaran politik yang diterapkan sangat menarik dalam suksesi pemilukada. kajian ini merupakan analisis deskriptif kualitatif. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa hasil wawancara dari informan, dalam hal ini masyarakat yang sudah termasuk sebagai wajib pilih. Dan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang unit analisis maka jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.</p><p>Kata kunci: program pembangunan, persepsi konstituen, pemenangan pemilukada</p>2016-08-26T02:51:47+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATIONhttp://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/GPPPC/article/view/126KAJIAN PERILAKU EKONOMI DAN PENDAPATAN WANITA PEKERJA PADA GUDANG TEMBAKAU MENYONGSONG NEW ERA GOOD GOVERMENCE DI KABUPATEN JEMBER2016-08-26T03:06:06+00:00Yani Dahlianiyani.dahliani@localhost.com<p>The research aim to know that :(1)Why the women choose to work in tobacco storage?(2)Are there influences the women worker in tobacco storage up to income family?(3)Are there influences the women worker in tobacco storage to role domestic household?(4) How the implementation of government policies that can be done in terms of wages of female workers as Human Resources tobacco warehouse, to meet new good govermence in Jember district? Research methode used was spread questioner to 6 storage tobacco in Jember. Every tobacco storage average 200-250 worker, that the big part is women worker ,the methode is convencience sampling put 10% responden to every tobacco storage and choose representativ responden 30 women 0r more also interview to responden. Result this research that:(1)The women worker choosed to move from her village go to work to area tobacco industry, it because want to increase her income family, they asumstion work in tobacco storage the have to get more money.(2)The women worker to have increase Income for her family.(3)And The women worker in tobacco storage decrease role in her household.(4) The wage rate of women workers are on average still below the local minimum wage (UMR) area here is need for good policy govermence further in implemintasion empowerment</p><p>Keyword: Study Economic Behaviour, Income, women worker wages, Good Govermence</p>2016-08-26T02:51:53+00:00Copyright (c) 2016 PROSIDING INTERNASIONAL SEMINAR GOOD GOVERNANCE IN THE POLICY IMPLEMENTATION PROSES AND PUBLIC COMMUNICATION